← Back Published on

32 MALASAÑA STREET (2020)

Hantu Apartemen Yang Bikin Merinding Disko 😱

Malam Jumat kemarin memang enaknya dihabiskan dengan nonton horor, deh, hahaha 😆. Feel-nya lebih dapat. Setelah searching mau nonton apa, akhirnya saya memutuskan nonton horor dari Spanyol yang berjudul 32 Malasaña Street.

Dan . . . emang gak salah pilih tenyata. 32 Malasaña Street benar-benar membuat saya merinding disko sepanjang 104 menit 😱.

___________________________________________________________________________________

Film yang diklaim terinspirasi dari kejadian nyata ini mengambil latar tahun 1976. Satu keluarga miskin dari desa memutuskan pindah ke sebuah apartemen di tengah kota Madrid. Mereka menjual satu-satunya peternakan yang mereka punya di desa demi kehidupan yang lebih baik di kota.

Setelah pindah, Manolo––sang suami––bekerja di sebuah pabrik dan Candela––sang istri––bekerja di toko pakaian yang merangkap laundry agar dapat membayar hipotek apartemen tersebut. Sementara itu, Amparo––anak perempuan tertua––harus menjaga adik laki-lakinya, Rafi dan kakeknya yang sudah pikun, Fermín. Selain Rafi, Amparo juga memiliki satu lagi adik laki-laki bernama Pepe yang lebih senang menyendiri di kamarnya.

Kejadian-kejadian aneh mulai terasa tidak lama setelah mereka pindah. Rafi dan Fermín adalah orang pertama yang merasakan kejanggalan di apartemen tersebut. Puncaknya, Rafi menghilang secara misterius. Setelah ditemukan, kejadian-kejadian aneh di apartemen tersebut justru semakin intens. Bahkan, sosok-sosok menakutkan yang sebelumnya tidak pernah menampakkan diri mulai berani menghantui seluruh anggota keluarga di apartemen tersebut.
___________________________________________________________________________________
Apa yang saya suka dari film ini? Yup, teror-teror yang dihadirkan hingga mengundang jumpscare yang membuat senam jantung. Seperti halnya teror yang dialami Rafi di ruang televisi. Aih . . . boneka nenek-nenek di televisi itu, tuh, benar-benar creepy, tauk. Ditambah lagi, film ini membangkitkan perasaan klaustrofobia karena memanfaatkan ruang-ruang sempit apartemen dan lighting yang gelap. Suara derit pintu, derit kursi goyang, hingga katrol tali jemuran tambah membuat merinding penonton.

Saya suka latar belakang hantu penghuni apartemen yang diceritakan oleh salah satu tokoh dalam film tersebut. Penceritaannya tidak bertele-tele, nyambung dengan adegan-adegan teror sebelum-sebelumnya, dan terasa plot twist aja, hehehe 😁. Terlebih, ada isu tabu di masyarakat Spanyol pada tahun tersebut yang terkandung dalam latar belakang si hantu. 

Selain itu, susunan plot juga terasa pas. Tidak ada elemen yang kelewat bertele-tele maupun dibuat-buat. Misteri dan kepingan-kepingan petunjuk disebar dengan pace dan porsi yang cukup.

Sayangnya, akhir film ini sangat kurang memuaskan. Saya merasa konsklusi yang dihadirkan justru merusak kepingan misteri yang sudah dibangun sejak awal. Aneh sekali rasanya melihat ending film horor yang demikian.

Pun demikian dengan tokoh Fermín dan Pepe yang saya pikir tidak terlalu berfungsi. Kalaupun kedua tokoh tersebut tidak ada atau diganti dengan tokoh lain, film masih bisa berjalan. Misalnya saja, tokoh Pepe yang sering dirayu oleh hantu penghuni apartemen tersebut dalam wujud wanita cantik dapat digantikan oleh tokoh Manolo. Toh, tidak ada bedanya.

Oleh karena itu, saya beri nilai 2 dari 5 manusia biru, deh!

___________________________________________________________________________________
Memang, sih, tidak ada hal baru yang ditawarkan dari film ini. Film ini masih menggunakan formula film-film horor pada umumnya. Namun, jangan salah, film ini benar-benar bisa menemani kalian melewati malam Jumat dengan lebih mendebarkan, hehehe 😁. Tidak ada salahnya juga kalau kalian memasukkan film ini di daftar antrian film horor. Oke, selamat menonton!